Perkawinan dan Perceraian Dalam Hukum Islam
Dalam kehidupan tidak dapat dipungkiri lagi adanya Perkawinan dan disatu sisi adanya Perceraian, perkawinan dan perceraian silih berganti terjadi dilingkungan masyarakat khususnya bagi yang beragama Islam. Di pengadilan agama dari tahun ke tahun kasus perceraian semaking meningkat dan hal ini menunjukkan masalah rumah tangga semakin hari semakin kompleks. Lalu apakah yang dimaksud dengan Perkawinan dan apakah yang dimaksud dengan perceraian.
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah .Demikian juga disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tentu jika masing-masing pasangan suami istri dapat mewujudkan tujuan luhur dari perkawinan tersebut maka akan terlihat dampak positif yang dirasakan masing-masing pasangan suami istri, anak-anak dari perkawinan orang tuanya, bahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ternyata untuk mewujudkan tujuan luhur perkawinan tidaklah mudah, padahal menegakkan rumah tangga adalah sebuah keharusan bagi suami istri tatkala mereka telah terikat dalam ikatan perkawinan yang sah sehingga tidak sedikit pasangan suami istri yang rumah tangganya tidak sampai ke tujuan perkawinan dan Seharusnya sebuah rumah tangga itu dapat dibangun sampai pada tujuan perkawinan yang sebenarnya yaitu membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah, mawaddah dan rahmah bahkan sampai salah satu pihak ada yang meninggal dunia.
Namun faktanya di Indonesia saaat ini di berbagai daerah kasus perceraian semakin meningkat dari tahun ke tahun terutama cerai gugat, dengan berbagai alasan yang tidak diatur dalam peraturan perundangan, dan dengan alasan perceraian yang tidak ditemukan dalam aturan perundangan itu Hakim dituntut sensitifitasnya untuk menginterpretasikan alasan-alasan perceraian tersebut, hanya sebagai jembatan menuju ketidakrukunan dalam rumah tangga atau sudah tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mencari jalan terbaik bila terjadi konflik suami istri dalam rumah tangganya yang lazim dikenal dengan istilah terjadi “perselisihan dan pertengkaran” yang seharusnya dapat diselesaikan melalui musyawarah untuk menuju perdamaian dan bukan membawanya ke Pengadilan, karena hasil musyawarah yang berakhir dengan damai akan lebih baik hasilnya. Ibarat sebuah rumah yang pintunya rusak atau gentengnya bocor maka pintu tersebut harus diganti dengan yang baru atau diperbaikinya.
Demikian juga dengan genteng yang bocor harus diganti dengan genteng yang masih baik, dan bukan merobohkan atau menghancurkan bangunan rumah tersebut. Kalau yang terjadi adalah menyelessaikan masalah dengan menghancurkan rumah maka akibatnya semua barang yang ada dalam rumah tersebut menjadi rusak dan tidak berguna lagi, penyelesaian seperti diatas dapat diterapkan pada kasus dalam rumah tangga yang sedang dilanda konflik, termasuk anak-anak dan masa depannya akan hancur akibat ke egoisan orang tuanya. Itulah sebuah gambaran penyelesaian yang salah dan ini banyak dilakukan oleh suami istri dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya. Semestinya dicarikan solusinya dan diselesaikan apa yang menjadi penyebab perselisihan dan pertengkarannya . Bukan dengan cara menghancurkan bangunan rumah tangganya dengan cara mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama yang berakhir dengan perceraian.
Perceraian, kalaupun itu terjadi adalah sebagai pintu dharurat, jalan terakhir, karena perceraian walaupun dibolehkan akan tetapi perceraian sangat dibenci oleh Allah SWT. Bahkan langit dan arsy sangat terguncang karena ada suami istri yang bercerai. Semestinya dapat diminimalisir bibir-bibit perselisihan dan pertengkaran tanpa mengorbankan bangunan rumah tangga yang sudah dilaluinya dengan susah sama susah dan senang sama senang selama bertahun- tahun, bahkan sudah puluhan tahun. Ibarat panas setahun dihapus hujan sehari.